Sabtu, 20 April 2013

Secret Admirer


Seorang pemuja rahasia adalah seorang stalker yang andal, hanya bisa disaingi oleh cewek yang cemburu sama mantan pacar cowoknya. Rasanya gak betah kalau gak denger kabar dari doi. Meski kadang dapet fakta yang nyeremin dan bikin galau, seorang secret admirer  gak pernah kapok. Hari-hari gue sebagai secret admirer  begitu rentan, begitu terpengaruh sama doi yang sedang gue puja. Sedikit aja ada hal nyenengin, rasanya mau terbang ke langit. Tapi sebaliknya, sedikit aja ada fakta yang gak ngenakin, rasanya kayak jatoh dari langit dan mendarat dengan muka duluan.

Semua kehidupan sebagai secret admirer  gue jalani dengan ikhlas, sebagaimana gue ikhlas [walaupun kepaksa] ngeliat cowok yang gue puja jalan sama cewek lain. Gak jarang kegigihan gue mengejar cowok yang gue suka. Gue rela menyingkirkan hal-hal lain yang gak kalah penting, seperti temen-temen gue, hobi nulis gue, tugas-tugas sekolah gue, juga nilai Raport Semester yang udah meronta-ronta pengen dinaikin.

Kadang gue ngerasa dilema. Namun di sisi lain, rasa cinta gue yang sendirian ini terlalu egois, menyedot semua energi, memfokuskan diri ke satu orang. Mungkin energi cinta sendiri suka sama ketidakpastian. Sama seperti yang diberikan si Doi.

 

            Dan gue baru sadar, rasa penasaran itu candu…

 

Pengalaman percintaan absurd  yang pernah gue alami itu sampe sekarang gak pernah bisa gue mengerti. Dari titik itu, gue memutuskan untuk menjadi seorang secret admirer. Gue cukup menikmati rasa suka dan penasaran sendirian. Menurut gue, dengan memendam rasa yang gue punya, akan menjauhkan gue dari sakit hati.

            Lalu mulai hari itu, gue memutuskan untuk menjalani hari sebagai secret admirer, sambil berharap gak ada bagian dari diri gue yang patah lagi [yah.. Hati gue -_-] …

 

            Mencintai tak harus memiliki…

 

            Tadinya gue kira ungkapan itu Cuma ada di sinetron. Kadang gue bingung sendiri, gimana bisa orang mencintai seseorang, lalu gak dapat balasan tapi tetap happy-happy aja.

 

Bisa dibilang kedekatan gue sama doi terjadi secara begitu saja. Tiap hari ada aja yang kami obrolin. Doi cerita banyak tentang apa pun. Ketika doi punya unek-unek atau keluh kesah di sekolah atau keluarganya, dia selalu cerita ke gue. Selain itu, doi juga memberikan perhatian-perhatian kecil buat gue, seperti ngingetin makan, shalat atau pekerjaan rumah. Gue pun melakukan hal yang sama. Lama-kelamaan gue jadi suka sama doi dan gue pun yakin kalo doi punya perasaan yang sama. Karena menurut gue [waktu itu], apa lagi alasan seseorang mau curhat segala macam sama orang lain apalagi lawan jenisnya kalau bukan karena suka ?

 

Gue udah pernah merasakan berada di area Friendzone.

 

            Friendzone adalah keadaan ketika kita dekat sama orang, kemudian merasa kedekatan itu sebagai sesuatu yang berharga dan penuh harapan, tapi di sisi lain orang yang lagi dekat sama kita Cuma menganggap itu pertemanan.

            Bahkan lebih parahnya, kalo kasus gue dilihat pas zaman sekarang, itu bisa dinamain Twitterzone. Seperti Twitter gue dicurhatin terus setiap hari, tapi gak dijadiin pacar. Akhirnya gue bisa memahami siapa pun orang yang dulu menciptakan ungkapan “Mencintai tak harus memiliki”.  Meski gue gak tau namanya, yang pasti orang itu adalah orang yang cintanya  gak berbalas. Karena gak ada orang yang cintanya berbalas kemudian bisa menemukan ungkapan sejenis “mencintai tak harus memiliki” .

 

            Friendzone berawal dari perhatian-perhatian yang disalahartikan, lalu setelah istilah itu, timbul istilah-istilah baru. Karena dalam  friendzone ada pihak yang ngasih harapan dan ada pihak yang ngarep. Pihak yang ngarep sering menyebut pihak yang ngasih harapan dengan sebutan PHP [Pemberi Harapan Palsu]. Padahal dalam kasus ini, bisa aja emang pihak ngarep yang memang kegeeran. Udah ngarep, kegeeran pula. Kasian...

Gue belajar dari kasus gue sama doi. Ketika kita merasa ada yang terlalu memberi harapan dan seolah PHP, introspeksilah, jangan-jangan kita sendiri yang menyalahartikan perhatian [sebatas teman]  yang dia berikan. Akhirnya gue berhasil menemukan lanjutan ungkapan di awal tadi.

 

            Mencintai tak harus memiliki…jika kamu tak punya daya untuk memilikinya.

 

To be Continue ….