Minggu, 22 Februari 2015

Trip to Ambon


Hallo kawan, kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya selama liburan di Ambon, kota yang sekarang dijuluki City of Music karena banyak melahirkan banyak talenta-talenta bersuara merdu dengan tinggi suara minimal 8 oktaf **bangga** tapi sayang sekali saya sebagai seseorang yang memiliki darah Ambon sama sekali tidak diberi kesempatan untuk memiliki anugerah tersebut. But no problem, saya rasa Tuhan yang Maha Kuasa dan Maha Penyayang memberikan saya anugerah yang lebih indah yaitu memiliki hati yang sangat lembut selembut sutra. Hal inilah yang membuat saya mengurungkan niat saya mengikuti Tes Polisi Wanita (Polwan) karena pasti kalah mental. Perjalanan saya kali ini bisa dibilang sama sekali tidak di rencanakan, dimulai dari tanggal 23 Desember 2014 sampai 10 Januari 2015 dimana seharusnya saya belum libur kuliah dan sedang dalam masa minggu tenang untuk menghadapi Ujian Akhir Semester (UAS) pada tanggal 13 Januari 2015, alhasil beberapa materi yang saya bawa selama liburan jarang saya sentuh :D haha..
**liburan + belajar = Bullshit**


            Sebelumnya saya memesan tiket Lion Air di Traveloka.com Pulang Pergi Surabaya – Ambon dan Ambon – Surabaya dengan budget Rp. 2.830.000,- bisa di bilang lumayan mahal karena keberangkatan saya bertepatan dengan liburan Natal 23 Desember 2014. Sehari sebelum keberangkatan, saya dituntut untuk menyelesaikan Tugas Akhir mata kuliah Menggambar Teknik dengan diadakannya Pameran Gambar Teknik, saya mendapatkan Sistem Blower pada Vacuum Drying, pameran diadakan dari pukul 08.00 sampai 12.00 siang dan kami sudah harus bersiap-siap dari pukul 06.00 pagi di kampus. Belum selesai saya masih harus masuk kelas Mekanika Fluida pada pukul 10.10 – 11.50 **kami bergantian menjaga stand pada pameran** dan Pengukuran Lingkungan pada pukul 16.00-17.40. Waktu 4  jam antara kelas Mekaika Fluida dan Pengukuran Lingkungan saya gunakan untuk mengisi perut dan TIDUR di Perpustakaan Universitas Brawijaya besama sahabat saya Mesrita Nainggolan **cewek karat dari Medan** kemudian saya masih harus mencari barang pesanan ayah saya, alhasil sampai di kosan pada pukul 21.30 malam. Setelah itu saya baru memulai packing dan beres-beres kamar kos sampai pukul 00.30. Travel Malang – Surabaya menjemput saya pada pukul 02.00 pagi **di dalam mobil inilah pak supir dapat melihat berjuta posisi tidur saya yang sangat tidak patut untuk dipertontonkan** kami tiba di Bandara Juanda Terminal 1 pada pukul 05.00 pagi, kebetulan saya sedang kedatangan tamu jadi tidak melaksanakan shalat subuh. Saya langsung check-in dan melakukan boarding pass. Karena pesawat saya lepas landas pada pukul 07.10 saya mengisi perut di salah satu cafe di dalam bandara. Kebetulan saya satu travel dengan Eka salah satu penumpang Lion Air JT-886 dengan Tujuan Tual (Maluku Tenggara) kami pun bersama-sama check-in dan Alhamdulillah ketiban duren dari mana saya ditraktir sarapan oleh Eka :D

Pameran Gambar Teknik

Poster saya Sistem Blower pada Vacuum Drying

Pose dikit :D

            Pesawat pun lepas landas pada pukul 07.20 **ngaret 10 menit -_- ** dengan perbedaan waktu 2 jam saya tiba di Bandara Pattimura Ambon pada pukul 12.00 siang. Saya di jemput oleh Ibu saya yang paling cantik seantero jagad raya **muji Ibu sendiri boleh dong rek** kami masih harus menunggu Ayah dan ketiga adik saya Randi, Ridho dan Nani yang berangkat dari Timika. Sayang sekali mereka terkena Delay karena cuaca buruk yang terjadi di sana. Sembari menunggu Ayah dan ketiga kurcaci saya menagih janji Ibu saya yang akan membawakan Nasi Kelapa (Nasi Uduk), Cakalang Saos, Abon Cakalang dan Nanas Bogor tanpa basa basi saya, Ibu saya dan Tete Uceng **Tete adalah sebutan Kakek untuk orang Timur, hayo pikirannya dijaga** langsung menuju parkiran dan langsung melahap makanan yang sudah Ibu saya masak. Ibu saya sudah tiba di Ambon sejak tanggal 16 Desember 2014 karena harus mengurus pembangunan rumah di kampung saya Masohi. Beberapa keluarga yang menunggu penumpang Airfast termasuk Ibu saya sempat khawatir dan kecewa dengan pernyataan salah satu petugas Bandara yang mengatakan bahwa “Pesawat Airfast sedang mengudara tetapi tidak terdaftar” karena Delay yang cukup lama sehingga waktu tiba pesawat tidak ditampilkan secara pasti pada plasma. Pada pukul 17.00 akhirnya Pihak Bandara mengumumkan bahwa Pesawat Airfast telah mendarat. Tangis haru pun membasahi bandara karena keluarga yang sudah lama terpisah akhirnya bersatu kembalil **Lebay, baru juga nggak ketemu 6 bulan** kami langsung cus menuju pelabuhan feri Poka Galala, bisa dikatakan kami sangat beruntung karena kendaraan kami adalah kendaraan terakhir pada malam itu **feri terakhir pada pukul 20.00**. Bagi kawan-kawan yang hendak berpergian dari Ambon menuju Masohi tanpa membawa kendaraan kalian dapat menaiki kapal penyebrangan di Pelabuhan Tulehu menuju Pelabuhan Amahai kemudian naik ojek atau angkutan umum sekitar 20 menit dan sampailah di kabupaten Masohi. Balik lagi ke cerita saya, setelah feri berlabuh selama 2 jam kami masih harus melakukan perjalanan darat menuju tanah kelahiran saya Masohi dan kami pun tiba pada pukul 02.00 pagi setelah sampai rumah kami disambut oleh beberapa keluarga yang masih terjaga. Entah setan apa yang merasuki, saya lapar setengah mampus pada malam itu dan akhirnya sebelum istirahat ‘Mandre ki’.
Adik saya Ridho

Ceritanya disuruh tidur siang tp malah sibuk sm gadget masing"

Tete Botak dan Nani
            Pada pagi hari kami dilayani bak putra dan putri raja oleh keluarga Ibu saya, hal ini karena kamilah yang berdomisili paling jauh di antara semua keluarga. Ada Tua Ainun anak pertama pada keluarga Ibu saya, Tete Botak yang masih sehat dimasa tuanya hanya saja pengelihatannya berkurang karena katarak yang dideritannya, beliau hanya berbaring setiap hari di tempat tidur. Ada sepupu saya Kak Ida, Kak Anti, Anona, Anisa, Widi, Najwa dan anak saya Dila. Dila adalah anak dari Kak Ida dan Dila memanggil saya dengan sebutan Mama Uni **santai rek dengan bertambahnya umur tidak masalah jika dipanggil Mama**. Ayah dan Ibu saya masih sibuk mengurus hal-hal yang bersangkutan dengan pembangunan rumah, mulai dari membeli bahan-bahan bangunan, mengurus PDAM, pemasangan Listrik **berhubung Ayah saya bekerja dibagian listrik jadi Ayah saya sendiri yang memasang instalasi listrik di rumah tentunya dengan izin dari PLN**, dll. Setelah 2 hari di Masohi kami memulai perjalanan panjang mengunjungi keluarga Ayah dan Ibu saya, ini adalah kegiatan rutin yang selalu kami lakukan setiap pulang kampung. Perjalanan dimulai dari mengunjungi keluarga Ayah dan Ibu saya di desa Saleman. Perjalanan dari Masohi menuju Saleman ditempuh dengan perjalanan darat selama 3 jam. Hal tersial yang saya alami pada saat itu adalah mun*ah berulang kali di mobil karena jalanan yang berliku-liku dan kurang bagus serta lupa meminum antimo. Setelah sampai di Saleman saya dan adik saya Randi langsung beristirahat di kamar, pada waktu itu Randi sedang terkena Malaria. Ayah dan Ibu saya bercerita dengan keluarga yang ada, adik-adik saya Nani dan Ridho bermain di halaman depan rumah. Keesokan harinya kami berniat berkunjung ke Pantai Ora yang hanya berjarak 10 menit dengan menyeberang laut menggunakan perahu, hanya saja niat kami terhalang oleh hujan deras yang mengguyur kampung selama 2 hari berturut-turut. Perjalanan selanjutnya menuju rumah Nenek Nu **Ibu dari Ayah saya** di desa Wahai. Perjalanan cukup extreme menurut saya karena kami harus memutar gunung dan melewati jalanan yang kurang bagus serta jurang di kanan kiri jalan. Di Wahai ada nenek Nu, mama Jia **adik bungsu Ayah saya**, Kong **Suami kedua nenek Nu yang memiliki darah Cina** nenek Nu menikah lagi setelah tete Autat meninggal **Ayah kandung dari Ayah saya**. Saya sempat dimarahi nenek Nu karena tidak mau mengikuti tes Polwan **wajar saja saya dimarahi, nene Nu adalah mantan Polwan**. Tempat favorite saya di Wahai ada di lantai 2, disini saya dapat duduk sambil memandangi lautan yang diterjang ombak dan menikmati angin sepoi-sepoi yang berhembus, seakan-akan beban pikiran hilang seketika. Sayang sekali kami hanya menginap satu malam di Wahai setelah itu langsung balik ke Masohi. Di tengah perjalanan dari Wahai menuju Masohi kami sempat mampir membeli durian, Ayah saya si king of duren langsung saja menyantap durian yang ada. Seminggu di Masohi kami habisi dengan suka cita, bermain bersama saudara dan keponakan, mengunjungi tempat-tempat rekreasi di Masohi salah satunya Pantai Ruta. Dan saya pun merayakan pergantian tahun di kota Masohi, tidak kalah ramai, banyak orang-orang yang pawai dan fireworks ada dimana-mana.
 
Durian yang kami beli pada perjalanan Saleman - Wahai



Pintu Angin Desa Saleman

Depan rumah Tete Jin yg langsung berhadapan dengan pantai








Pantai Ruta
Suasana Tahun baru di Masohi
 
Bersama Nenek Nu
Karena belum sempat mengunjungi Pantai Ora saya dan Randi meminta izin kepada Ayah untuk pergi ke Pantai Ora di Saleman. Setelah diberi izin saya, kak Anti dan Randi pun cus menuju Saleman. Untuk menuju Pantai Ora kami hanya perlu membeli bensin 2 liter seharga Rp. 24.000,- untuk bahan bakar mesin pada perahu. Kami diantar dengan sahabat ayah saya Bapak Fahmi dengan putranya menuju Ora, di Ora kami hanya perlu meminta izin untuk berofoto-foto tanpa harus membayar **It because they know who is my father**. Di Ora terdapat resort yang berada di laut dan di pantai. Biaya menginap di resort yang berada di darat sekitar Rp. 450.000,- per malam dan untuk resort yang berada di laut berkisar antara Rp. 700.000,- sampai Rp. 1.000.000.- per malam, sekedar saran apabila kawan-kawan ingin menginap di resort yang ada di Ora lebih baik kamar dibooking terlebih dahulu karena kamar terbatas dan pengunjung yang cukup banyak, beberapa kali saya melihat pengunjung kecewa karena kehabisan kamar dan terpaksa mereka hanya berkeliling menikmati pemandangan, snorkeling dan diving di sekitaran Pantai Ora. Untuk saat ini rumah-rumah penduduk Saleman sudah banyak disewakan untuk pengunjung yang kehabisan kamar di Ora Eco Resort. Setelah dari Ora kami diajak menuju tebing salawai, rumahsokat, beberapa tempat yang biasa digunakan untuk diving dan snorkeling serta pantai air belanda, mengapa dinamakan air belanda ? hal ini dikarenakan airnya sangat dingin seperti udara musim dingin di Belanda. Di rumahsokat kami mengambil beberapa durian untuk dimakan di pantai air belanda **sebenarnya niat kami ingin membeli, berhubung tidak ada yang menjaga ya kami ambil saja. Yang penting kan niatnya :D** kebetulan saat kami berkunjung ke pantai air belanda tidak ada pengunjung sama sekali serasa private island. Setelah puas berenang dan berfoto-foto kami kembali ke Saleman dan beristirahat. Keeseokan pagi sebelum kembali ke Masohi kami menyempatkan diri untuk membersihkan kuburan nenek Janna dan mendoakan semoga nenek Janna diberi tempat yang mulia di sisi Allah swt. Tidak terasa liburan hampir selesai, kami pun bersiap untuk pulang dan memulai rutinitas seperti biasa :’(. Sebelum berangkat ke Ambon kami menyempatkan diri untuk mengunjungi kubur nenek Quraisy (Ibu dari ibu saya).
Bersama Bapak Fahmi

Pesona Pantai Air Belanda


Aliran Air Dingin yang langsung mengalir ke pantai


Pemandangan sekitar pelabuhan menuju Ora Beach

Surga Dunia melihat Warna Air di sini

Pelabuhan Ora Beach

Penginapan Ora Beach di darat


Welcome to Ora Eco Resort

Ini nih Rumahsokat tempat ngambil durian

Penginapan Ora Beach di atas laut

Airnya jernih banget ^_^

Terumbu karangnya bener" dijaga sama orang" di sini

Awesome

Perahu inilah yang kami naiki selama mengelilingi pantai" di sekitar Ora Beach


Pada tanggal 9 januari 2015 kami kembali ke kota Ambon karena saya harus berangkat tanggal 10 januari ke Surabaya dan keluarga saya tanggal 12 januari ke Timika, sebelum ke tempat penginapan kami mampir ke pemandian air panas di Tulehu,  di sana ada tingkatan air panas mulai dari easy-medium-hard **udah kayak games aja**. Biaya masuk hanya Rp. 5000,- per orang. Setelah puas mandi air panas kami singgah di salah satu RM. Padang untuk mengisi perut dan langsung menuju ke Penginapan Sumber Asia. Selama perjalanan Ayah saya menunjukkan tempat-tempat yang sering ia kunjungi sewaktu kecil serta menceritakan beberapa kenakalannya semasa kecil. Sejak Ayah saya kecil ia tinggal dan dirawat oleh ibu angkatnya di Passo karena sewaktu itu Nenek Nu banyak berpindah-pindah tempat karena penempatan tugas. Sampai di peginapan kami beristirahat, pada malam harinya kami berjalan-jalan di AMPLAS (Ambon Plasa), gong perdamaian, lapangan merdeka, mencari oleh-oleh khas Ambon untuk di bagikan ke teman-teman kami (ada kue sarut, kue karang, halua kanari, manisan pala dan minyak kayu putih) terakhir kami makan di salah satu rumah makan dekat penginapan yang terkenal dengan ikan bakarnya. Setelah sampai di penginapan saya bersiap-siap untuk keberangkatan saya ke Surabaya besok pagi **huuu.. gak mau balik** sebelum tidur saya dan ketiga kurcaci Randi, Ridho dan Nani selfie dengan berbagai macam ekspresi. Keesokan harinya saya diantar ke bandara Pattimura Ambon, saya pun harus rela melepas keluarga dan kembali menuntut ilmu agar bisa membawa pulang gelar sarjana. Sekian kisah liburan bersama keluarga saya, semoga dapat menjadi refrensi bagi liburan kawan-kawan. Terimakasih.
Pemandian Air Panas Tulehu

Papaek dan Mamaek


Gong Perdamaian