Hallo kawan,
kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya selama liburan di Ambon, kota
yang sekarang dijuluki City of Music karena banyak melahirkan banyak
talenta-talenta bersuara merdu dengan tinggi suara minimal 8 oktaf **bangga**
tapi sayang sekali saya sebagai seseorang yang memiliki darah Ambon sama sekali
tidak diberi kesempatan untuk memiliki anugerah tersebut. But no problem, saya
rasa Tuhan yang Maha Kuasa dan Maha Penyayang memberikan saya anugerah yang
lebih indah yaitu memiliki hati yang sangat lembut selembut sutra. Hal inilah
yang membuat saya mengurungkan niat saya mengikuti Tes Polisi Wanita (Polwan)
karena pasti kalah mental. Perjalanan saya kali ini bisa dibilang sama sekali
tidak di rencanakan, dimulai dari tanggal 23 Desember 2014 sampai 10 Januari
2015 dimana seharusnya saya belum libur kuliah dan sedang dalam masa minggu
tenang untuk menghadapi Ujian Akhir Semester (UAS) pada tanggal 13 Januari
2015, alhasil beberapa materi yang saya bawa selama liburan jarang saya sentuh
:D haha..
**liburan + belajar = Bullshit**
Sebelumnya
saya memesan tiket Lion Air di Traveloka.com Pulang Pergi Surabaya – Ambon dan
Ambon – Surabaya dengan budget Rp. 2.830.000,- bisa di bilang lumayan mahal
karena keberangkatan saya bertepatan dengan liburan Natal 23 Desember 2014.
Sehari sebelum keberangkatan, saya dituntut untuk menyelesaikan Tugas Akhir
mata kuliah Menggambar Teknik dengan diadakannya Pameran Gambar Teknik, saya
mendapatkan Sistem Blower pada Vacuum Drying, pameran diadakan dari pukul 08.00
sampai 12.00 siang dan kami sudah harus bersiap-siap dari pukul 06.00 pagi di
kampus. Belum selesai saya masih harus masuk kelas Mekanika Fluida pada pukul
10.10 – 11.50 **kami bergantian menjaga stand pada pameran** dan Pengukuran
Lingkungan pada pukul 16.00-17.40. Waktu 4
jam antara kelas Mekaika Fluida dan Pengukuran Lingkungan saya gunakan
untuk mengisi perut dan TIDUR di Perpustakaan Universitas Brawijaya besama
sahabat saya Mesrita Nainggolan **cewek karat dari Medan** kemudian saya masih
harus mencari barang pesanan ayah saya, alhasil sampai di kosan pada pukul
21.30 malam. Setelah itu saya baru memulai packing dan beres-beres kamar kos sampai
pukul 00.30. Travel Malang – Surabaya menjemput saya pada pukul 02.00 pagi **di
dalam mobil inilah pak supir dapat melihat berjuta posisi tidur saya yang
sangat tidak patut untuk dipertontonkan** kami tiba di Bandara Juanda Terminal
1 pada pukul 05.00 pagi, kebetulan saya sedang kedatangan tamu jadi tidak
melaksanakan shalat subuh. Saya langsung check-in dan melakukan boarding pass.
Karena pesawat saya lepas landas pada pukul 07.10 saya mengisi perut di salah
satu cafe di dalam bandara. Kebetulan saya satu travel dengan Eka salah satu
penumpang Lion Air JT-886 dengan Tujuan Tual (Maluku Tenggara) kami pun
bersama-sama check-in dan Alhamdulillah ketiban duren dari mana saya ditraktir
sarapan oleh Eka :D
|
Pameran Gambar Teknik |
|
Poster saya Sistem Blower pada Vacuum Drying |
|
Pose dikit :D |
Pesawat
pun lepas landas pada pukul 07.20 **ngaret 10 menit -_- ** dengan perbedaan
waktu 2 jam saya tiba di Bandara Pattimura Ambon pada pukul 12.00 siang. Saya
di jemput oleh Ibu saya yang paling cantik seantero jagad raya **muji Ibu
sendiri boleh dong rek** kami masih harus menunggu Ayah dan ketiga adik saya
Randi, Ridho dan Nani yang berangkat dari Timika. Sayang sekali mereka terkena
Delay karena cuaca buruk yang terjadi di sana. Sembari menunggu Ayah dan ketiga
kurcaci saya menagih janji Ibu saya yang akan membawakan Nasi Kelapa (Nasi
Uduk), Cakalang Saos, Abon Cakalang dan Nanas Bogor tanpa basa basi saya, Ibu
saya dan Tete Uceng **Tete adalah sebutan Kakek untuk orang Timur, hayo
pikirannya dijaga** langsung menuju parkiran dan langsung melahap makanan yang
sudah Ibu saya masak. Ibu saya sudah tiba di Ambon sejak tanggal 16 Desember
2014 karena harus mengurus pembangunan rumah di kampung saya Masohi. Beberapa
keluarga yang menunggu penumpang Airfast termasuk Ibu saya sempat khawatir dan
kecewa dengan pernyataan salah satu petugas Bandara yang mengatakan bahwa “Pesawat
Airfast sedang mengudara tetapi tidak terdaftar” karena Delay yang cukup lama sehingga
waktu tiba pesawat tidak ditampilkan secara pasti pada plasma. Pada pukul 17.00
akhirnya Pihak Bandara mengumumkan bahwa Pesawat Airfast telah mendarat. Tangis
haru pun membasahi bandara karena keluarga yang sudah lama terpisah akhirnya
bersatu kembalil **Lebay, baru juga nggak ketemu 6 bulan** kami langsung cus menuju
pelabuhan feri Poka Galala, bisa dikatakan kami sangat beruntung karena kendaraan
kami adalah kendaraan terakhir pada malam itu **feri terakhir pada pukul
20.00**. Bagi kawan-kawan yang hendak berpergian dari Ambon menuju Masohi tanpa
membawa kendaraan kalian dapat menaiki kapal penyebrangan di Pelabuhan Tulehu
menuju Pelabuhan Amahai kemudian naik ojek atau angkutan umum sekitar 20 menit
dan sampailah di kabupaten Masohi. Balik lagi ke cerita saya, setelah feri
berlabuh selama 2 jam kami masih harus melakukan perjalanan darat menuju tanah
kelahiran saya Masohi dan kami pun tiba pada pukul 02.00 pagi setelah sampai
rumah kami disambut oleh beberapa keluarga yang masih terjaga. Entah setan apa
yang merasuki, saya lapar setengah mampus pada malam itu dan akhirnya sebelum
istirahat ‘Mandre ki’.
|
Adik saya Ridho |
|
|
|
Ceritanya disuruh tidur siang tp malah sibuk sm gadget masing" |
|
Tete Botak dan Nani |
Pada
pagi hari kami dilayani bak putra dan putri raja oleh keluarga Ibu saya, hal
ini karena kamilah yang berdomisili paling jauh di antara semua keluarga. Ada
Tua Ainun anak pertama pada keluarga Ibu saya, Tete Botak yang masih sehat
dimasa tuanya hanya saja pengelihatannya berkurang karena katarak yang
dideritannya, beliau hanya berbaring setiap hari di tempat tidur. Ada sepupu
saya Kak Ida, Kak Anti, Anona, Anisa, Widi, Najwa dan anak saya Dila. Dila
adalah anak dari Kak Ida dan Dila memanggil saya dengan sebutan Mama Uni
**santai rek dengan bertambahnya umur tidak masalah jika dipanggil Mama**. Ayah
dan Ibu saya masih sibuk mengurus hal-hal yang bersangkutan dengan pembangunan
rumah, mulai dari membeli bahan-bahan bangunan, mengurus PDAM, pemasangan
Listrik **berhubung Ayah saya bekerja dibagian listrik jadi Ayah saya sendiri
yang memasang instalasi listrik di rumah tentunya dengan izin dari PLN**, dll.
Setelah 2 hari di Masohi kami memulai perjalanan panjang mengunjungi keluarga
Ayah dan Ibu saya, ini adalah kegiatan rutin yang selalu kami lakukan setiap
pulang kampung. Perjalanan dimulai dari mengunjungi keluarga Ayah dan Ibu saya
di desa Saleman. Perjalanan dari Masohi menuju Saleman ditempuh dengan
perjalanan darat selama 3 jam. Hal tersial yang saya alami pada saat itu adalah
mun*ah berulang kali di mobil karena jalanan yang berliku-liku dan kurang bagus
serta lupa meminum antimo. Setelah sampai di Saleman saya dan adik saya Randi
langsung beristirahat di kamar, pada waktu itu Randi sedang terkena Malaria.
Ayah dan Ibu saya bercerita dengan keluarga yang ada, adik-adik saya Nani dan
Ridho bermain di halaman depan rumah. Keesokan harinya kami berniat berkunjung
ke Pantai Ora yang hanya berjarak 10 menit dengan menyeberang laut menggunakan
perahu, hanya saja niat kami terhalang oleh hujan deras yang mengguyur kampung
selama 2 hari berturut-turut. Perjalanan selanjutnya menuju rumah Nenek Nu
**Ibu dari Ayah saya** di desa Wahai. Perjalanan cukup extreme menurut saya
karena kami harus memutar gunung dan melewati jalanan yang kurang bagus serta
jurang di kanan kiri jalan. Di Wahai ada nenek Nu, mama Jia **adik bungsu Ayah
saya**, Kong **Suami kedua nenek Nu yang memiliki darah Cina** nenek Nu menikah
lagi setelah tete Autat meninggal **Ayah kandung dari Ayah saya**. Saya sempat
dimarahi nenek Nu karena tidak mau mengikuti tes Polwan **wajar saja saya
dimarahi, nene Nu adalah mantan Polwan**. Tempat favorite saya di Wahai ada di
lantai 2, disini saya dapat duduk sambil memandangi lautan yang diterjang ombak
dan menikmati angin sepoi-sepoi yang berhembus, seakan-akan beban pikiran
hilang seketika. Sayang sekali kami hanya menginap satu malam di Wahai setelah
itu langsung balik ke Masohi. Di tengah perjalanan dari Wahai menuju Masohi
kami sempat mampir membeli durian, Ayah saya si king of duren langsung saja
menyantap durian yang ada. Seminggu di Masohi kami habisi dengan suka cita,
bermain bersama saudara dan keponakan, mengunjungi tempat-tempat rekreasi di Masohi
salah satunya Pantai Ruta. Dan saya pun merayakan pergantian tahun di kota
Masohi, tidak kalah ramai, banyak orang-orang yang pawai dan fireworks ada
dimana-mana.
|
Durian yang kami beli pada perjalanan Saleman - Wahai |
|
Pintu Angin Desa Saleman |
|
Depan rumah Tete Jin yg langsung berhadapan dengan pantai |
|
|
|
|
Pantai Ruta |
|
Suasana Tahun baru di Masohi |
|
Bersama Nenek Nu |
Karena belum
sempat mengunjungi Pantai Ora saya dan Randi meminta izin kepada Ayah untuk
pergi ke Pantai Ora di Saleman. Setelah diberi izin saya, kak Anti dan Randi
pun cus menuju Saleman. Untuk menuju Pantai Ora kami hanya perlu membeli bensin
2 liter seharga Rp. 24.000,- untuk bahan bakar mesin pada perahu. Kami diantar
dengan sahabat ayah saya Bapak Fahmi dengan putranya menuju Ora, di Ora kami
hanya perlu meminta izin untuk berofoto-foto tanpa harus membayar **It because
they know who is my father**. Di Ora terdapat resort yang berada di laut dan di
pantai. Biaya menginap di resort yang berada di darat sekitar Rp. 450.000,- per
malam dan untuk resort yang berada di laut berkisar antara Rp. 700.000,- sampai
Rp. 1.000.000.- per malam, sekedar saran apabila kawan-kawan ingin menginap di
resort yang ada di Ora lebih baik kamar dibooking terlebih dahulu karena kamar
terbatas dan pengunjung yang cukup banyak, beberapa kali saya melihat
pengunjung kecewa karena kehabisan kamar dan terpaksa mereka hanya berkeliling
menikmati pemandangan, snorkeling dan diving di sekitaran Pantai Ora. Untuk
saat ini rumah-rumah penduduk Saleman sudah banyak disewakan untuk pengunjung
yang kehabisan kamar di Ora Eco Resort. Setelah dari Ora kami diajak menuju
tebing salawai, rumahsokat, beberapa tempat yang biasa digunakan untuk diving
dan snorkeling serta pantai air belanda, mengapa dinamakan air belanda ? hal
ini dikarenakan airnya sangat dingin seperti udara musim dingin di Belanda. Di
rumahsokat kami mengambil beberapa durian untuk dimakan di pantai air belanda
**sebenarnya niat kami ingin membeli, berhubung tidak ada yang menjaga ya kami
ambil saja. Yang penting kan niatnya :D** kebetulan saat kami berkunjung ke
pantai air belanda tidak ada pengunjung sama sekali serasa private island.
Setelah puas berenang dan berfoto-foto kami kembali ke Saleman dan beristirahat.
Keeseokan pagi sebelum kembali ke Masohi kami menyempatkan diri untuk membersihkan
kuburan nenek Janna dan mendoakan semoga nenek Janna diberi tempat yang mulia
di sisi Allah swt. Tidak terasa liburan hampir selesai, kami pun bersiap untuk
pulang dan memulai rutinitas seperti biasa :’(. Sebelum berangkat ke Ambon kami
menyempatkan diri untuk mengunjungi kubur nenek Quraisy (Ibu dari ibu saya).
|
Bersama Bapak Fahmi |
|
Pesona Pantai Air Belanda |
|
Aliran Air Dingin yang langsung mengalir ke pantai |
|
Pemandangan sekitar pelabuhan menuju Ora Beach |
|
Surga Dunia melihat Warna Air di sini |
|
Pelabuhan Ora Beach |
|
Penginapan Ora Beach di darat |
|
Welcome to Ora Eco Resort |
|
Ini nih Rumahsokat tempat ngambil durian |
|
Penginapan Ora Beach di atas laut |
|
Airnya jernih banget ^_^ |
|
Terumbu karangnya bener" dijaga sama orang" di sini |
|
Awesome |
|
Perahu inilah yang kami naiki selama mengelilingi pantai" di sekitar Ora Beach |
Pada tanggal 9
januari 2015 kami kembali ke kota Ambon karena saya harus berangkat tanggal 10
januari ke Surabaya dan keluarga saya tanggal 12 januari ke Timika, sebelum ke
tempat penginapan kami mampir ke pemandian air panas di Tulehu, di sana ada tingkatan air panas mulai dari
easy-medium-hard **udah kayak games aja**. Biaya masuk hanya Rp. 5000,- per
orang. Setelah puas mandi air panas kami singgah di salah satu RM. Padang untuk
mengisi perut dan langsung menuju ke Penginapan Sumber Asia. Selama perjalanan
Ayah saya menunjukkan tempat-tempat yang sering ia kunjungi sewaktu kecil serta
menceritakan beberapa kenakalannya semasa kecil. Sejak Ayah saya kecil ia
tinggal dan dirawat oleh ibu angkatnya di Passo karena sewaktu itu Nenek Nu
banyak berpindah-pindah tempat karena penempatan tugas. Sampai di peginapan
kami beristirahat, pada malam harinya kami berjalan-jalan di AMPLAS (Ambon Plasa),
gong perdamaian, lapangan merdeka, mencari oleh-oleh khas Ambon untuk di
bagikan ke teman-teman kami (ada kue sarut, kue karang, halua kanari, manisan
pala dan minyak kayu putih) terakhir kami makan di salah satu rumah makan dekat
penginapan yang terkenal dengan ikan bakarnya. Setelah sampai di penginapan
saya bersiap-siap untuk keberangkatan saya ke Surabaya besok pagi **huuu.. gak
mau balik** sebelum tidur saya dan ketiga kurcaci Randi, Ridho dan Nani selfie
dengan berbagai macam ekspresi. Keesokan harinya saya diantar ke bandara
Pattimura Ambon, saya pun harus rela melepas keluarga dan kembali menuntut ilmu
agar bisa membawa pulang gelar sarjana. Sekian kisah liburan bersama keluarga
saya, semoga dapat menjadi refrensi bagi liburan kawan-kawan. Terimakasih.
|
Pemandian Air Panas Tulehu |
|
Papaek dan Mamaek |
|
Gong Perdamaian |